Langsung ke konten utama

Kuliner Bisa Mencerminkan Sosiologis Sejarah dan Filosofi

 

Kuliner Bisa Mencerminkan Sosiologis Sejarah dan Filosofi

Taufiq Hidayat (21/477697/SP/30268)

            Kuliner menjadi barang penting yang dibutuhkan oleh manusia. Manusia sesuai fitrahnya membutuhkan makan untuk menghilangkan rasa lapar. Akan tetapi, dunia kuliner ini tidak hanya perihal memenuhi rasa lapar. Ada sisi lain dari dunia kuliner yang dapat didalami. Bagaimana pembahasan keseksian dunia kuliner menurut food jurnalis, Kevindra Soemantri?

            Pada kesempatan webinar secara daring yang diadakan oleh IDN Times tanggal 28 Oktober 2021, Kevindra Soemantri menyampaikan bahwa makanan adalah sebuah seni. Makanan atau kuliner tidak hanya sekadar dicicip kemudian disimpulkan enak atau tidak enak. Akan tetapi, ada proses dan sejarah yang dapat diulik didalamnya. Makanan seperti halnya sebuah bangunan yang mana bangunan tersebut mempunyai arsitek yang memikirkan segalanya. Pikiran atau ide itu pun tidak sembarang dibuat olehnya. Ada nilai filosofis, makna dan pesan yang terkandung dalam detail bangunan itu.

            Dengan begitu, kuliner atau makanan ini akan menjadi sebuah nilai barang yang “seksi” dan menarik untuk dibahas dalam berbagai sudut pandang. Sebagai contoh adalah sejarah mengenai makanan tradisional geplak. Makanan geplak jika kita mendalami sejarahnya akan memahami keterkaitan mengenai kondisi geografis daerah asalnya, tanaman yang banyak dijumpai, dan banyak hal unik yang didapat.

            Geplak ini berasal dari Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Geplak mempunyai rasa manis yang diolah dari kelapa. Kondisi daerah Bantul yang mempunyai banyak tanaman tebu membuat masyarakat mampu membuat geplak ini. Selain itu, kondisi geografis yang dekat dari laut sehingga pohon kelapa banyak tumbuh di daerah tersebut. Itulah hal yang menarik dari dunia kuliner yang dapat dibahas. Apabila kondisi geografis daerah Bantul tidak seperti uraian sebelumnya tentu bukan geplak dengan rasa manis dan diolah dari pohon kelapa yang diciptakan oleh masyarakat tersebut.

            Dengan kondisi geografis Indonesia, budaya yang beragam seharusnya kuliner Indonesia akan sangat beragam untuk diulik. Kuliner yang beragam ini jika diketahui oleh masyarakat dunia bukan tidak mungkin akan meningkatkan potensi pariwisata yang ada di Indonesia. Menurut Kevindra Soemantri langkah yang tepat untuk memasarkan keseksian dan kemewahan kuliner yang ada di Indonesia ini adalah dengan  food journalism. Bidang ini tidak hanya membahas mengenai cita rasa sebuah makanan yang dicicip, tetapi memandang berbagai sudut pandang yang menjadi nilai tersendiri bagi makanan tersebut.

            Kevindra Soemantri menyampaikan bahwa menjadi food journalism tidak harus bisa memasak, walaupun keterampilan memasak dapat membantu untuk membahas secara mendalam sebuah kuliner yang menjadi obyek tulisan. Untuk menutupi kekurangan tersebut, riset yang mendalam untuk memperkaya tulisan. Beliau juga menyampaikan sesungguhnya obyek tulisan mengenai kuliner tidak hanya perihal makanannya saja, tetapi pemilik restoran, pelayanan restoran atau filosofi bangunan restoran tersebut dapat menjadi obyek tulisan jurnalisme ini. Beliau juga bercerita mengenai kisah seorang jurnalis dari Amerika yang belajar di tempat teater untuk berakting menjadi seorang ibu-ibu di sebuah restoran. Tulisannya banyak dibaca oleh masyarakat karena mendalamnya pembahasan oleh jurnalis tersebut.

            Tulisan mengenai kuliner ini harus berhati-hati dalam pembuatan dan pembahasan isi tulisannya. Pembahasan mengenai lezat atau tidaknya sebuah makanan tidak dapat dibahas dalam tulisan mengenai kuliner. Hal tersebut akan membahayakan bagi pemilik restoran karena akan berdampak sangat besar terhadap jumlah pembeli kuliner itu. Apalagi pembahasan lezat atau tidaknya dibahas terhadap kuliner tradisional daerah.

            Kuliner tradisional seperti uraian sebelumnya mempunyai ciri khasnya masing-masing. Kelezatan makanan asal Yogyakarta tidak bisa dibandingkan dengan kelezatan makanan yang berasal dari Jawa Timur. Kelezatan yang dirasakan oleh masing-masing orang akan berbeda. Oleh karena itu, enak atau tidaknya sebuah kuliner itu bersifat subyektif. Pembahasan tersebut sangat dihindari dalam pembahasan food jurnalisme.

            Bagi para pemula yang ingin terjun dalam bidang jurnalisme ini disarankan untuk memulai menulis. Dengan begitu, kemampuan menulis akan berkembang karena latihan yang terus menerus. Selain itu, perlu mengembangkan wawasan dengan menambah bacaan mengenai dunia kuliner ini. Riset mengenai obyek yang dilakukan bisa juga menjadi pilihan untuk memperkaya tulisan tersebut. Sambil menambah wawasan, mencoba untuk memahami cara memasak disarankan untuk dilakukan.

            Para jurnalis dalam bidang kuliner ini harus juga mempertajam lidah dalam merasakan sebuah kuliner. Tajamnya lidah dalam merasakan sebuah kuliner akan membantu dalam menulis. Hal itu dapat membantu menghindari tulisan yang dibuat bersifat subyektif. Sudut pandang dalam tulisan tersebut tentu juga akan semakin beragam karena wawasan rasa, tekstur, dan komponen yang lain terhadap sebuah kuliner tersebut sudah tekumpul dalam otak kita. Kevindra Soemantri menyarankan untuk mencoba apapun makanan yang ada kecuali makanan yang menjadi pantangan bagi masing-masing orang. Rasa makanan diterima oleh diri kita atau tidak menjadi permasalahan yang dikesampingkan.

            Kebanyakan tulisan food journalism ditulis dengan bahasa Inggris. Kevindra Soemantri berpendapat mengapa bahasa Inggris itu digunakan karena banyak kata sifat yang dapat mewakili karakter dari sebuah kuliner. Sebagai contoh kata delicious, good, amazing, yummy mempunyai interpretasi yang berbeda-beda. Jika dengan bahasa Indonesia, karakteristik sebuah makanan tersebut diwakili dengan enak atau lezat saja.

            Food jurnalis memang terlihat mudah dilakukan. Terlihat juga pekerjaan yang hanya berwisata dan mencicip berbagai jenis kuliner. Banyak yang mengetahui juga sebuah kuliner itu dibahas hanya soal mengenai enak atau tidak enak. Akan tetapi, ternyata pembahasan yang ada dalam tulisan mengenai sebuah kuliner bisa sangat luas. Seperti uraian sebelumnya, pembahasannya dapat berupa sejarah, pemilik restoran, resep makanan, pelayanan restoran, dan masih banyak lagi sudut pandang yang bisa menjadi bahan pembahasan.


Komentar